Makalah Filsafat : Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi
MAKALAH
PENGANTAR FILSAFAT
PENGANTAR FILSAFAT
CABANG-CABANG FILSAFAT
Dosen pengampu: Achwan Baharuddin, M. Hum.
Dosen pengampu: Achwan Baharuddin, M. Hum.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Cabang-Cabang
Filsafat”. Dalam menyelesaikan makalah ini selalu berusaha
untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan
pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang dimiliki.
Terselesaikannya
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen mata
kuliah pengantar filsafat dan seluruh media yang bekerjasama baik itu media
buku bacaan ataupun media online yang membantu untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya
makalah ini sehingga
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Pekalongan, 7 September 2016
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Filsafat adalah ilmu yang
mempelajari sesuatu yang ada di bumi dan di luar bumi ini. Perkembangan dari
ilmu filsafat itu sendiri berasal dari negara Yunani yang melahirkan banyak
filosof terkenal seperti Rene Descartes, Aristoteles, Plato dan masih banyak
lagi. Sampai sekarang banyak sekali metode–metode filsafat yang digunakan oleh
para ilmuwan untuk menemukan suatu kebenaran yang hakiki dari penelitian yang
dilakukannya.
Epistemologi, ontologi, aksiologi ketiganya ini menjadi
dasar bagi para filsuf untuk mengungkap segala hal yang ada di dunia ini.
Hingga nantinya kebenaran atas penelitiannya tersebut berguna untuk kemaslahatan
umat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan mengenai pertanyaan
dan jawaban tentang epistemologi?
2. Bagaimana penjelasan mengenai pertanyaan
dan jawaban tentang aksiologi?
3. Bagaimana penjelasan mengenai pertanyaan dan jawaban tentang ontologi?
3. Bagaimana penjelasan mengenai pertanyaan dan jawaban tentang ontologi?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. MENJELASKAN PERTANYAAN DAN JAWABAN
TENTANG EPISTEMOLOGI
Epistemologi adalah suatu pandangan
filosofis atas keresahan tentang banyaknya pandangan dunia dan tatanan
otologis. Epistemologi ingin menghapus teori tentang kehidupan secara dogmatis,
tatanan dunia yang disahkan oleh jenis pengetahuan yang tinggi melainkan dari
analisis atas subjek yang mengetahui. Di abad pertengahan masyarakat hanya
percaya akan tatanan dunia yang bernilai ekstensial dan dianutlah nilai
kemampuan manusia dan pikirannya hanya didasarkan pada dunia objek-objek yang
dijamin oleh kekuasaan gereja.
Banyak para pemikir di abad yang lalu
sebelum abad pertengahan yang hanya terpaku pada konsep pandangan tatanan dunia
oleh kekuasaan gereja, hingga pada akhirnya epistemologi muncul sebagai pemecah
dan penolak akan adanya pemikiran/pandangan yang terfokus pada suatu objek
menjadi suatu pandangan yang mengarah pada subjek sebagai bahan observasi.
Sehingga yang dipandang sah hanyalah apa yang dapat dikontrol oleh
penginderaan, eksperimental atau yang dapat dihasilkan oleh subjek itu sendiri.
Elemen-elemen yang harus
dijelaskan dalam epistemologi, antara lain:
- Hakikat atau sumber pengetahuan
- Instrumen pengetahuan
- Metode perolehan pengetahuan
- Pengujian kebenaran pengetahuan
- Teori kebenaran.
Ciri-ciri epistemologi, antara lain:
·
Ciri utama epistemologi adalah
menggunakan akal dan rasio .
·
Bersifat sentral, posisi antara
subjektif dan objektif
·
Landasan bagi segenap tindakan manusia
dalam kehidupan sehari-hari
·
Dasar bagi pengembangan pemikiran ilmiah
·
Jembatan antara alam keharusan yang
bersifat kejiwaan dan alam empirik yang bersifat inderawi.
·
Penafsiran yang terpaku atas objek
sering bersifat kabur dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Keuntungan mengenai pemahaman tentang subjek ini agar mengetahui makna dalam
tindakan mengetahui dan mengenai nilai kebenaran pengetahuan manusia pada
umumnya.[1]
PERTANYAAN
:
Filsafat
ilmu pengetahuan (Philosophy of Scientifiec knowledge) merupakan cabang dari filsafat
pengetahuan (Epistemologi). Ia kadang disebut sebagai Theory of Science,
Science of Science. Mengapa demikian? (Jelaskan menurut istilah–istilah tersebut).
JAWABAN:
Kerangka pengetahuan sebuah ilmu dibangun berdasarkan filsafat pengetahuan (Epistemologi) yang mana kemudian menjadi salah satu dasar penyangga ilmu pengetahuan. Sebuah ilmu berasal dari proses apa yang namanya itu tahu yang kemudian berkembang menjadi pengetahuan (Knowledge). Pengetahuan dapat di peroleh melalui pemahaman yang di lakukan dengan cara persepsi baik lewat indera, akal, dan hati. Oleh karenanya sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahan filsafat pengetahuan (Philosofi of Scientifiec Knowledge) disebut sebagai Theory of Science, Science of Science.[2]
Kerangka pengetahuan sebuah ilmu dibangun berdasarkan filsafat pengetahuan (Epistemologi) yang mana kemudian menjadi salah satu dasar penyangga ilmu pengetahuan. Sebuah ilmu berasal dari proses apa yang namanya itu tahu yang kemudian berkembang menjadi pengetahuan (Knowledge). Pengetahuan dapat di peroleh melalui pemahaman yang di lakukan dengan cara persepsi baik lewat indera, akal, dan hati. Oleh karenanya sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahan filsafat pengetahuan (Philosofi of Scientifiec Knowledge) disebut sebagai Theory of Science, Science of Science.[2]
B.
MENJELASKAN
PERTANYAAN DAN JAWABAN TENTANG ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu kajian
filsafat
yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis
dikenal seperti Thales,
Plato,
dan Aristoteles.
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan
dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf
yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting
ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu
substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri
sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1.
kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.
Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun
yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara
sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis. Beberapa
aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme,
dan empirisme. Istilah-istilah
terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
- yang-ada (being)
- kenyataan/realitas
(reality)
- eksistensi
(existence)
- esensi
(essence)
- substansi
(substance)/
- perubahan
(change)
- tunggal
(one)
- jamak
(many)
Ontologi ini
pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang
dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi,
sosiologi,
ilmu kedokteran,
ilmu budaya,
fisika,
ilmu teknik dan sebagainya).[3]
PERTANYAAN:
Apakah hakikat tuhan yang sebenarnya?
JAWABAN:
Menurut filsuf muslim Al–Kindi Tuhan adalah kebenaran pertama yang memadai sebab dari semua kebenaran. Tuhan berada di luar dari apa yang di serap pancar indra dan akal manusia. Tuhan itu satu,esa dan tunggal, tuhan tidak mempunyai hakikat karena dia tidak termasuk dalam wujud benda indrawi dan tidak tersusun dari materi atau bentuk serta bukan genus ada spesies. Sesuai ajaran Al-Qur’an tuhan adalah pencipta, bukan penggerak seperti apa yang di ajarkan Aristoteles.[4]
Menurut filsuf muslim Al–Kindi Tuhan adalah kebenaran pertama yang memadai sebab dari semua kebenaran. Tuhan berada di luar dari apa yang di serap pancar indra dan akal manusia. Tuhan itu satu,esa dan tunggal, tuhan tidak mempunyai hakikat karena dia tidak termasuk dalam wujud benda indrawi dan tidak tersusun dari materi atau bentuk serta bukan genus ada spesies. Sesuai ajaran Al-Qur’an tuhan adalah pencipta, bukan penggerak seperti apa yang di ajarkan Aristoteles.[4]
C.
MENJELASKAN PERTANYAAN
DAN JAWABAN TENTANG AKSIOLOGI
Aksiologi
berasal dari kata Axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti
teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.[5] Dalam
Encyclopedia of philosophy, aksiologi disamakan dengan value and valuation yang
mempunyai tiga
bentuk, yaitu:
1. Nilai,
digunakan sebagai kata benda abstrak
2. Nilai,
sebagai kata benda konkret
3. Nilai,
sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.
Kebenaran
pengetahuan dapat ditemukan secara terus-menerus sesuai dengan perkembangannya.
Untuk menemukan kebenaran pengetahuan dalam berfilsafat, salah satu landasannya
adalah aksiologi yang mengedepankan tataran nilai guna ilmu yang pada
hakikatnya dipergunakan untuk menunjang kehidupan umat manusia di muka bumi
tanpa mengabaikan hakikat dari ilmu itu sendiri. Jujun S. Suriasumantri (dalam
Surajiyo, 2007: 152) menyatakan:
Aksiologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai
landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?.[6]
Semua jawaban
baru dapat dinyatakan konkret ketika manusia telah berpikir menggunakan akal
dan dalil. Penalaran adalah suatu kegiatan berpikir berdasarkan suatu aturan
tertentu. Aturan dalam kegiatan berpikir itulah yang disebut logika dan
prosesnya disebut analisa. Tidak semua kesimpulan ditarik lewat kegiatan
analisis. Salah satu kegiatan utama dari ilmu adalah menjelaskan, oleh sebab
itu kegiatan keilmuan lebiah terpaut dengan kegiatan berpikir analitis daripada
berpikir intuitif. Pengetahuan mempunyai berbagai cabang pengetahuan dan ilmu
merupakan salah satu dari pengetahuan tersebut. Ilmu merupakan suatu
pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia agar gejala alamiah tersebut tidak
lagi merupakan misteri. Analisa tersebut menghasilkan suatu pengetahuan yang
bersifat dasar yang semakin lama pengetahuan tersebut semakin bertambah seiring
dengan bertambahnya kemampuan berpikir manusia tersebut. Misal: munculnya
teknologi-teknologi baru yang terhitung canggih dan bersifat modern.
Norma moral
bersifat objektif dan universal. Norma moral bersifat absolut, tidak bersifat
relatif, norma moral bersifat ya dan tidak, atau boleh dan tidak boleh. Kajian
cabang aksiologi yang memaparkan etika dan estetika juga harus memperhitungkan
motivasi seseorang dalam mempelajari dan menerapkan ilmu pengetahuan yang bisa
dikaitkan pada bidang teknik, hukum, bahasa, komunikasi, pendidikan, dan pada
landasan Pancasila. Sejak awal pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan
masalah moral. Dalam tahap manipulasi, masalah moral muncul kembali. Sedangkan
dalam tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan,
maka dalam tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan
pengetahuan ilmiah atau secara filsafati dapat dikatakan bahwa dalam tahap
pengembangan konsep, terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi aksiologi
keilmuan. Aksiologi itu sendiri adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[7]
Moral akan
menjadi buruk ketika dipakai sebagai alat kekuasaan dan hegemoni serta alat
pembenaran pribadi yang merendahkan martabat manusia. Sebaliknya, bahasa
mempunyai nilai moral baik ketika dipakai sebagai alat perjuangan dan media
pembebasan kaum tertindas karena bertujuan meningkatkan martabat kemanusiaan.
Apapun batasan mengenai moralitas, berkaitan dengan aksiologi keilmuan,
bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa
merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
PERTANYAAN:
Apakah ilmu itu bebas dari sistem nilai? Ataukah sebaliknya, apakah ilmu itu terikat pada sistem nilai?
Apakah ilmu itu bebas dari sistem nilai? Ataukah sebaliknya, apakah ilmu itu terikat pada sistem nilai?
JAWABAN
:
Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing punya
pendirian terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama menghendaki ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai.
Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini
selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan
tidak ikut campur. Kelompok kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu
hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan
pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan azas-azas
moral.[8]
HASIL DISKUSI
- Pertanyaan (Hafidzah Dinillah)
Netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisika, apa
maksudnya?
Jawaban: Netralitas ilmu adalah sebuah gambaran bahwa ilmu
tidak terikat oleh hal – hal di luar ilmu itu sendiri, secara singkatnya ilmu
harus berdiri sendiri. Hal ini membuat ilmu tidak bersifat pragmatis, yang oleh
karenanya ilmu berada di tengah di antara nilai baik dan nilai buruk. Hal ini
membuat para tokoh ilmuwan seperti Karl
R. Popper, para filsuf Frankfurt Schule, Feyerabend, N. A. Withehead, Nashr,
Al-Attas, Paul Illich dan lainnya menolak akan adanya netralitas
ilmu. Menurut mereka netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisika yang
artinya ilmu dapat meng- otonomikan dirinya pada kajian tentang hakikat
keberadaan realitas.
https://akhmadhasbiwayhie.wordpress.com/2012/09/24/makalah-netralitas-ilmu/
Pertanyaan (Mu’tashim Billah)
https://akhmadhasbiwayhie.wordpress.com/2012/09/24/makalah-netralitas-ilmu/
Pertanyaan (Mu’tashim Billah)
- Pendapat kedua ilmuan terhadap aksiologi, lebih baik mana?
Lebih baik
pendapat ilmuwan yang kedua, karena ilmu harus bermanfaat bagi kemaslahatan
manusia. Ilmu harus sesuai dengan contex of discovery, artinya ilmu harus
sesuai dengan penggunaanya untuk kepentingan umum. Ilmu tidak boleh bebas
nilai, ilmu harus mengikat nilai – nilai di luar ilmu itu sendiri seperti nilai
moral, etika dan lain sebagainya. Dan
tujuan utamanya adalah menjaga
eksistensi manusia.
Ilmu alamiah dasar.Ahmad Ta’arifin.CV Duta Media Utama.Pekalongan.2013
3. Bagaimana sistematisasai epistemologi, ontologi, dan aksiologi?
Ilmu alamiah dasar.Ahmad Ta’arifin.CV Duta Media Utama.Pekalongan.2013
3. Bagaimana sistematisasai epistemologi, ontologi, dan aksiologi?
Membangun Filsafat Ilmu Teknik perlu menelusuri dari aspek:
Ontologi > Ontologi
yakni hakikat apa yang dikaji, penyelidikan prinsip-prinsip realita. Menurut
Syam (1988) ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Sebelum
menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu. Dalam
berinteraksi dengan alam semesta, manusia melahirkan berbagai pertanyaan
filosofis, di antaranya ; apakah sesungguhnya hakikat realita yang ada
ini, apakah realita yang nampak ini suatu realitas materi saja, ataukah ada
sesuatu dibalik realita itu, satu "rahasia" alam. Apakah wujud
semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakikat semesta ini
adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk satu unsur
(monisme), dua unsur (dualisme), ataukah lebih dari dua unsur (pluralisme).
Epistemologi > Epistemologi merupakan bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-, batas, sifat-sifat
dan kesahihan pengetahuan. Objek material epistemologi adalah pengetahuan
dan Objek formal epistemologi adalah hakekat pengetahuan. Atau dengan kata lain, epistemologi
adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan
sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan
karakter pengetahuan, bahkan menentukan kebenaran, mengenai hal yang dianggap
patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Aksiologi > Aksiologi merupakan cabang pengetahuan dari Filsafat dimana tujuan utamanya adalah mengetahui tentang manfaat atau nilai-nilai yang mengacu pada permasalahan etika, estetika, dan kehidupan sosio-politik.Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Aksiologi > Aksiologi merupakan cabang pengetahuan dari Filsafat dimana tujuan utamanya adalah mengetahui tentang manfaat atau nilai-nilai yang mengacu pada permasalahan etika, estetika, dan kehidupan sosio-politik.Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
http://bravomumtaaz.blogspot.co.id/2016/09/konsep-ilmu-ontologi-epistemologi.html
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Ilmu Filsafat berada diawal sebelum
adanya penemuan–penemuan tersebut muncul dan digunakan untuk kepentingan umat
manusia. Dengan metode filsafat yaitu Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi
inilah yang menjadi dasar bagi para filsuf dan ilmuwan untuk menggali dan
mempelajari sesuatu yang ada di bumi ini hingga sekarang. Dengan ketiga unsur
ini maka kebenaran dari hasil sebuah penelitian bisa dipertanggungjawabkan.
Elemen-elemen yang harus
dijelaskan dalam epistemologi, antara lain:
- Hakikat atau sumber pengetahuan
- Instrumen pengetahuan
- Metode perolehan pengetahuan
- Pengujian kebenaran pengetahuan
- Teori kebenaran.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu.
Aksiologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi
mempertanyakan untuk apa pengetahuan ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan
antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana kaitan
antara teknik, prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral atau profesional?. Semua
jawaban baru dapat dinyatakan konkret ketika manusia telah berpikir menggunakan
akal dan dalil.
DAFTAR PUSTAKA
buku PROF.
KARL
MANNHEIM
Hans,
Georg Gadamer. Hermeneutika
Filosofis. Jogjakarta:
Ar-Ruz Media. 2012.
Hasan, Erliana. Filsafat dan Metodologi
Penelitian Ilmu Pemerintahan. Bogor: Ghalia Indonesia. 2011.
Salam, Burhanuddin. Logika Material; Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Reneka Cipta. 1997.
http://ilmukriminologi.blogspot.co.id/2012/09/filsafat-aksiologi-naldi.html.
http://bravomumtaaz.blogspot.co.id/2016/09/konsep-ilmu-ontologi-epistemologi.html
[2]
http://jawigo.blogspot.co.id/2014/02/Filsafat-Ilmu-Ontologi-Epistemologi-Aksiologi.html,
diakses pada pukul 21.13 WIB
[5] Burhanuddin Salam, Logika Material; Filsafat Ilmu
Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), hlm. 168.
[6] Erliana Hasan, Filsafat dan Metodologi
Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 130.
Komentar
Posting Komentar