Media
Massa Bak “Counter HP”
Informasi
di era sekarang mungkin sudah setara dengan Nasi sebagai bahan pokok manusia
yang setiap hari harus dipenuhi. Bila tak ada nasi kita lapar, bila tak ada
informasi kita tertinggal. Itulah kiranya di era millenial sekarang. Semua
masyarakat membutuhkan informasi dari berbagai belahan dunia untuk kebutuhan
pengetahuan mereka. Berkembangnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
seakan tak terbatasi oleh strata sosial. Masyarakat dari latar belakang ekonomi
menengah kebawah sampai keatas memiliki media atau alat komunikasi seperti
gadget,laptop, radio dan lain – lain. Masyarakat ekonomi kebawah pun paham
tentang berita – berita yang sedang viral di media massa.
Seakan tidak ada lagi pembeda strata sosial maupun ekonomi, kalau pun ada mungkin hanya sebagian kecil. Hal ini menjadi berbahaya bila tidak diimbangi oleh pendidikan dan pengetahuan yang luas. Masyarakat yang berlatar belakang pendidikan rendah gampang sekali memakan mentah – mentah informasi apa saja yang mereka terima. Mereka akan mudah terprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Oknum tersebut menbarkan isu – isu sensitif yang bisa memecah belah masyarakat dan negara
Seakan tidak ada lagi pembeda strata sosial maupun ekonomi, kalau pun ada mungkin hanya sebagian kecil. Hal ini menjadi berbahaya bila tidak diimbangi oleh pendidikan dan pengetahuan yang luas. Masyarakat yang berlatar belakang pendidikan rendah gampang sekali memakan mentah – mentah informasi apa saja yang mereka terima. Mereka akan mudah terprovokasi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Oknum tersebut menbarkan isu – isu sensitif yang bisa memecah belah masyarakat dan negara
Itulah media, ada kepentingan
politik yang harus mereka jaga. Media di Indonesia kini beberapa di miliki oleh
pengusaha – pengusaha kelas kakap. Para saudagar ini tak hanya bermain di
bidang media massa saja tetapi merambah kedunia politik pula. Saat ini
kolongmerat tersebut berlomba – lomba mencalonkan presiden Indonesia, menempatkan
poltikusnya di DPR, menebarkan wawangian di masyarakat dengan bala bantuanya.
Media massa yang dia punya di kontrol penuh agar selalu sesuai visi dan misi
partai. Redaktur harus jeli menagkap mana berita yang pro Big Bos mana yang
Kontra. Wartawan kena PHK ataupun berinisiatif mengundurkan diri karena jati
dirinya sudah hilang.
Para jurnalis yang setia pada kode
etik jurnalistik hanya memendam emosi dan dendam, karena informasinya yang
menyinggung kepentingan Bos selalu ditolak. Padahal dia hanya menjalankan tugas
sesuai dengan apa yang ia tangkap dan ia gali sesuai yang terjadi dilapangan.
Parah lagi masyarakat, yang tidak tahu menahu tentang berita yang disajikan
media massa. Mereka hanya terima mentah – mentah tanpa memikirkan evaluasi
maupun kritik terhadap berita yang tersebar , Apabila kita menonton tayangan
berita Televisi A maka akan berbeda dengan Telvisi B meskipin beritanya sama.
Saat beritanya mengenai penangkapan
pengurus partai A karena terduga melakukan tindak pidana korupsi maka Televisi B
akan gencar meberitakan kasus tersebut dari proses penangkapan sampai ke
pengadilan. Berbeda dengan Televisi B, Televisi A akan menyiarkan berita yang
seakan ingin membalikan citra baik koruptor tersebut. TV A akan terus membantah
berita yang beredar, yang menyudutkan orangnya sendiri. Kedua TV ini bertarung,
saling menjatuhkan, dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Masing - masing
hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompok serta menjaga eksistensi
industri medianya.
Inilah yang ditampilkan media massa,
kita sebagai masyarakat awam bingung saat kedua channel TV tersebut kita
tonton. Manakah yang kita dukung dan manakah yang kita lawan. Kita dibawa pada
ideologi masing – masing media. Para media massa berlomba – lomba mererkut
rakyat agar pro dengan sajian berita yang mereka bawa. Dalam kacamata saya,
Kalau kita samakan saat sedang pergi ke mall , lalu kita menuju ke lantai
tempat para counter – counter HP melapakan daganganya, maka saat kita memilih
counter merk A, sales counter tersebut akan mengeluarkan jurus jitunya untuk
meyakinkan konsumen dengan kualitas produknya dan acapkali membandingkan dengan kualitas
produk counter HP B,C,D,E yang lebih buruk. Seakan Cuma produknya sajalah yang
mempunya kualitas super. Sales akan berperan penuh menjaga konsumen agar tak
pindah ke lain hati sampai membeli produk yang ia jual.
Itulah yang saya liat kini, para
penggiat dunia jurnalistik sudah kehilangan jati dirinya sebagai kontrol sosial
masyarakat. Tanggung jawab untuk menyebarkan berita yang aktual, faktual,
terpercaya dinodai oleh kepetingan politik penguasa media. seakan mereka hanya menjadi
domba – domba politikus yang ingin melanggengkan kekuasaanya. Masyarakat
bagaikan ikan yang setiap hari dipancing agar mau menangkap umpan yang di
ulurkan media.
Komentar
Posting Komentar